Rabu, 28 Januari 2015

Prestasi Biasa-Biasa saja Bisa juga Dapat Beasiswa


 

Mira Shartika: “Prestasi Biasa-Biasa saja Bisa juga Dapat Beasiswa”


Nama saya Mira Shartika. Sebelum berangkat ke Australia untuk menempuh program Master di bidang TESOL, saya mengajar di SMAN 1 Lawang di Malang dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
 Sejak SD sampai Perguruan Tinggi, saya termasuk orang yang jarang meraih prestasi di bidang apa pun.  Nilai akademik saya juga biasa-biasa saja, seringkali malah nanggung. Saya bukan orang istimewa dengan segudang prestasi dan pengalaman organisasi seperti para kandidat dan penerima beasiswa lainnya.  Ketika ujian masuk kuliah di Universitas Negeri Malang (UM) misalnya, saya mengalami sedikit masalah. Saat mendaftar saya berminat mengambil jurusan sastra Inggris. Pada saat itu—tahun 1997—UM mengadakan saringan sendiri semacam PMDK intern. Apa mau dikata, nilai saya tidak mencukupi kualifikasi untuk masuk ke jurusan yang saya inginkan. UM justru mengarahkan saya ke jurusan Sastra Indonesia yang sama sekali tidak terlintas dalam bayangan saya. Namun ibu saya memberi saran supaya saya masuk ke jurusan tersebut,  dan kemudian ikut tes saringan transfer ke jurusan Sastra Inggris. Pada tahun kedua pendidikan saya di UM, saya lolos tes pindah jurusan ke Sastra Inggris.
                Setelah kuliah di jurusan yang saya minati, perjalanan hidup sayapun tidak terlalu lancar. Kuliah S1 saya tempuh selama 6 tahun karena uang saku yang diberikan orang tua agak pas-pasan. Karena saya sambi bekerja mengajar di bimbingan belajar dan SMA, jadilah kuliah saya agak keteteran . Jadi kalau ditotal dengan kuliah di jurusan sebelumnya, saya menamatkan S1 saya selama 7 tahun. Aduh… ini dia faktor yang sempat jadi penghambat motivasi saya saat akan melamar beasiswa.
                 Beruntung, selanjutnya saat saya mengajar di pusat Bahasa UIN Malang, saya bertemu dengan sesama pengajar yang mempunyai motivasi sangat besar untuk melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri dengan jalan beasiswa. Teman inilah yang menumbuhkan kembali motivasi saya yang sempat pudar untuk berburu beasiswa. Saya semakin bersemangat untuk mendaftar beasiswa, terlebih lagi saat teman saya ini lolos saringan ADS.  Walaupun kadang-kadang hati saya masih ragu karena saya minim prestasi akademik, minim pengalaman berorganisasi, dan kuliah S1 pun saya tempuh dalam waktu 6 tahun. Beruntungnya, suami dan ibu saya sangat rajin memberikan dorongan semangat supaya saya bisa meraih cita-cita saya meraih gelar master di negeri orang. Bahkan, ibu membantu saya dengan setiap hari melakukan sholat tahajud.
                 Saya pun kemudian mencoba melamar ADS. Percobaan pertama ini belum berhasil. Saya mendapat surat dari ADS yang menyatakan rasa terima kasih karena sudah berpartisipasi dalam kompetisi beasiswa ini. Saya sempat patah semangat, tapi saya bertekad untuk tidak menyerah dulu. Tahun berikutnya saya mencoba melamar beasiswa ADS lagi, kali ini saya lolos sampai tahap interview dan tes IELTS. Sayangnya, pihak ADS belum bersedia menyekolahkan saya walaupun nilai IELTS saya sudah mencukupi persyaratan masuk ke universitas-universtitas di Australia. Nampaknya faktor kurang percaya diri dalam diri saya terlihat sangat jelas oleh para interviewer saat wawancara. Saat itu saya sangat kecewa hingga semangat saya untuk mendaftar beasiswa lagi menjadi agak kendor. Namun, suami dan ibu saya tetap gigih mendongkrak dan memompa semangat saya. Akhirnya, berbekal ilmu dari beberapa rekan sekantor yang telah lebih dahulu lolos beasiswa AusAID, saya mendaftar lagi untuk yang ketiga kalinya. Saat itu beberapa rekan menyarankan untuk mengeluarkan aura PD saat sesi wawancara. Karena ibaratnya calon mahasiswa yang akan diinterview oleh tim pewawancara sudah kelihatan lolos atau tidaknya dari saat membuka pintu kamar wawancara. Hahaha…. Betul tidaknya hal itu Wallahu Alam. Yang jelas pesan yang tersirat adalah apapun hasil wawancaranya tidak perlu saya pikirkan. Lolos atau tidak itu masalah nanti. Saya harus berhasil meyakinkan para penentu masa depan saya itu bahwa saya pantas menjadi salah satu kandidat penerima beasiswa. Manusia berusaha, tapi Allah yang akan menentukan hasilnya. Akhirnya alhamdulillah, saya berhasil memenangkan sesi interview di tahun ketiga saya mendaftar beasiswa ADS.
                 Beberapa hal yang saya pelajari dari keberhasilan beasiswa saya adalah: kesabaran dan ketekunan, kepercayaan diri yang besar untuk berhasil, ridho suami dan ibu, serta doa dan shodaqoh yang tidak putus-putus.  Saya membuktikan bahwa hal-hal di luar kepintaran dan pengalaman berorganisasi bisa membuat orang minim prestasi seperti saya berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar