Kamis, 29 Januari 2015

Perbedaan Tidak Menghalangiku Untuk Menuntut Ilmu

Nama saya Kurniawan Dwi Saputra, berasal dari Tirta Kencana, sebuah desa kecil di pelosok Bengkulu. Saat ini saya tinggal di Mesir dalam rangka menyelesaikan studi strata 1 (S1) saya di Universitas al-Azhar. Saya belajar di fakultas Ushuluddin jurusan Akidah & Filsafat.
Masjid Al-Azhar
Apa yang membuat Kurniawan tertarik kuliah di Universitas al-Azhar?
Yang membuat saya tertarik belajar di sini dulunya barangkali karena label luar negerinya. Bagaimanapun, pengalaman kuliah di luar negeri lebih dari sekedar gengsi-gengsi an, itu adalah pengalaman berharga karena kita hidup dalam lingkungan dan komunitas yang sama sekali berbeda dengan di tanah air. Selanjutnya, al-Azhar adalah institusi pendidikan Islam tertua di dunia, yang selama ribuan tahun telah menjadi mencusuar pendidikan Islam.
Apakah ada lembaga khusus Mesir di Indonesia yang bisa membantu kita untuk mendaftar kuliah di Mesir?

Lembaga khusus? Saat saya pertama kali berangkat ke sini, ada banyak lembaga jasa profit yang membantu mahasiswa yang hendak kuliah di Mesir. Belakangan, saya dengar kabar kalau IAAI (Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia) juga mengkoordinir jasa serupa.
Bagaima cara kamu bisa beradaptasi dengan perbedaan sistem perkuliahan di Mesir? Apa saja yang bisa dipersiapkan?
Dengan perbedaan sistem kuliah, saya sarankan untuk benar-benar menguasai diktat kuliah, baik dari segi pemahaman maupun hafalan. Ujian di sini sangat mengandalkan hafalan, tetapi pertanyaan-pertanyaan ujian juga membutuhkan pemahaman yang dalam. Penguasaan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist juga penting karena biasanya banyak soal yang meminta dalil.
Bagaimana caranya untuk mengulang mata kuliah di sana ketika nilai tidak mencapai standar?
Cara mengulang mata kuliah yang tertinggal? Kita diberi kesempatan mengulang materi yang tertinggal di tahun berikutnya, tetapi hanya 2 materi. Lebih dari itu, bila nilai kita kurang di 3 mata pelajaran atau lebih, kita harus mengulang 1 tahun di tingkat kelas yang sama. Ya, sebut saja tidak naik kelas. 
Caranya? Beli buku baru di tahun ajaran berikutnya. Biasanya setiap tahun ada revisi untuk buku-buku pelajaran. Kemudian rumusnya sama saja, kuasai bukunya hingga di luar kepala.
Apa saran Kurniawan tentang bagaimana memilih daerah dan rumah yang nyaman serta aman untuk dijadikan tempat tinggal di Mesir?
Untuk tempat tinggal, saya sarankan tinggal di kawasan sekitar kampus. Mengapa? Karena transportasi dan lalu lintas Mesir lumayan tidak teratur. Kita bisa menghabiskan 1 jam lebih berdiri di bus yang penuh sesak jika tinggal di daerah yang jauh. Dengan cuaca Mesir yang esktrim, hal itu cukup menguras tenaga dan menganggu konsentrasi kuliah.
Apakah ketika kuliah di Mesir ada larangan atau aturan yang kamu rasa unik dari kampus Al-Azhar? Jika ada, seperti apakah itu?
Salah satunya barangkali karena saking banyaknya mahasiswa, saat tingkat 1-2, kita kuliah di aula besar bersama ribuan orang. Ini semacam seminar umum saja. 
Hal lainnya, nilai benar-benar bergantung pada ujian.
Berapa biaya hidup minimal untuk tinggal di Mesir? Seperti biaya transport, makan, kuliah, tempat tinggal, dan lainnya?
Biaya minimal, kira-kira 750 ribu per bulan cukup.
Dalam bersosialisasi dengan masyarakat, apakah di sana harus selalu menggunakan bahasa Mesir/ Arab?
Nah, dalam bersosialisasi dengan masyarakat setempat, kita tidak hanya harus menguasai bahasa Arab, tetapi juga bahasa ammiyah Mesir. Ada perbedaan cukup besar antara keduanya. Orang-orang kebanyakan di Mesir, terutama yang tidak berpendidikan, bahkan tidak menguasai bahasa Arab fushah (resmi).
Apakah Kurniawan aktif di PPI Mesir? Jika iya, dimanakah letak sekretariatnya? Dan event terbesar apa yang pernah diadakan oleh PPI Mesir?
Saya kurang begitu aktif. Sekretariatnya di daerah Rabea al-Adawea. Even terbesar barangkali mengadakan symposium antar PPI Timur Tengah. Pernah juga Mesir jadi tuan rumah konferensi Ikatan Ilmuan Indonesia di luar negeri.
Suasana mahasiswa di kampus Al-Azhar
Adakah tips spesial yang ingin Kurniawan sampaikan untuk teman-teman kita yang hendak kuliah di Mesir? Tentang bagaimana cara survive, menghadapi kuliah, bermasyarakat, dan lain-lain.
Untuk yang hendak kuliah di sini, hendaklah benar-benar mengenal al-Azhar dan sistem kuliahnya terlebih dahulu. Supaya ketika di sini nanti tidak terkejut dengan perbedaan yang ada. Selain itu, penting untuk mempunyai komunitas yang positif di sini. Karena perkuliahan semata sangat kurang untuk memenuhi tuntutan masyarakat kelak. Rencanakan juga dengan rapi peta hidup Anda di Mesir, jangan sampai terombang-ambing dalam banyaknya kegiatan yang sebenarnya tidak semua penting. Kuasai bahasa Ammiyah untuk bersosialisasi dengan orang Mesir. Satu lagi, yang sabar ya, kamu sedang berada di negeri orang,  jadi kendalikan dirimu.
Mungkin itu saja sharing dari saya, semoga bisa bermanfaat buat semuanya.

Paris! I'll Visit U


Halo, teman-teman semua.
Ada yang pengen melanjutkan study ke Prancis? Aku pengeeen banget bisa pergi ke Prancis buat study. pasti seru dan menyenangkan. Niihhh aku beri bocoran tentang pengalaman salah satu kakak yang berasal dari Indonesia, Negara kita ini.
Namanya Alita Siswandani, kuliah mengambil S1 di bidang Fisika, dan studi S2 pun di bidang Fisika (Advanced Materials for nanoscience and energy) di Perancis. Asalnya dari banyuwangi, Jawa Timur.
Bertanya tentang apa hal yang membawa dia akhirnya memilih studi di Perancis karena berhubungan dengan bidang Fisika yang dia ambil. Dia punya ketertarikan terhadap pengembangan material yang lebih detail yang diaplikasikan pada energi dan nanoscience.
Apa saja kelebihan dan keunikan dari kampus tempat Lita kuliah?

Aix-Marseille atau biasa disebut université de la Méditerranée, dulunya terbagi menjadi sub nama Aix Marseille I , II dan III, sekarang cukup satu nama untuk menyebutnya  Aix-Marseille, letaknya berjauhan antara satu dan lainnya (Aix-Provence, Luminy dan Saint Jérome), merupakan kampus besar dengan jumlah mahasiswa asing yang cukup besar dengan berbagai jurusan (seni, sosial, kesehatan, olahraga, science, dan teknologi). Dengan proporsi pelajar asing yang besar, maka lingkungannya menjadi lebih majemuk sehingga ketika berinteraksi saya bisa lebih mengenal budaya dari segala penjuru dunia.
Bagaimana dengan sistem perkuliahan di kampus tersebut?
Sistem perkuliahannya dibagi menjadi sistem semester, ada banyak matakuliah harus ditempuh yang tiap semester dengan pembagian bobot yang disebut dengan European Credit Transfer and Accumulation System (ECTS). Pada umumnya, satu mata kuliah akan dibagi menjadi sub matakuliah dengan pengajar yang berbeda.
Bagaimana untuk fasilitas di kampus tersebut, mungkin dari perpustakaan, pelayanan adminitrasi, fasilitas lab, olahraga, dll?
Fasilitas kampus yang cukup lengkap, dengan perpustakaan yang besar dengan sistem yang sangat bagus dan terorganisir dengan baik dalam hal peminjaman dan pengembalian buku, kenyamanan pengguna perpustakaan juga didukung dengan akses internet yang sangat cepat di perpustakaan dan kawasan kampus lainnya. Laboratorium dikelola secara professional mengikuti perkembangan teknologi saat ini dan terstruktur dengan kerjasama yang baik dengan perusahaan pembuat teknologi terkemuka.
Administrasi dikelola dengan baik melalui unit pengelola yang terstruktur mulai dari fakultas, jurusan dan pihak universitas. Mahasiswa asing mendapatkan pelayanan di bagian sekretariat internasional untuk mempermudah urusan tempat tinggal, atau hal yang khusus yang tidak dimiliki oleh mahasiswa lokal. Pada hari tertentu dan jadwal tertentu, kita dapat mengikuti kelompok seni dan olahraga dimana kita bisa ikut bergabung di dalamnya, jadwal dan tempatnya
tersedia di papan informasi kampus.
Bagaimana skema untuk membayar biaya perkuliahan di sana?
Biaya perkuliahan dibayarkan di masa awal perkuliahan di secretariat kampus. Biasanya biaya tersebut sudah termasuk asuransi kesehatan untuk mahasiswa. Pembayaran dilakukan dengan cek, dan pihak kampus akan mencairkannya dalam kurun waktu tertentu.
Bagaimana karakteristik dari teman-teman asli Perancis, dan apa saja kebiasaan yang mereka lakukan di sela-sela waktu belajar, baik itu di dalam dan di luar kelas?
Mahasiswa Perancis tidak asing lagi dengan kehadiran mahasiswa asing di negara mereka, sehingga dengan di awali dengan senyuman sapaan pertama dan kita bisa lebih aktif bertanya berbagai macam hal berkaitan dengan kehidupan di sana. Mereka menghabiskan jeda waktu istirahat dengan saling banyak bertukar informasi sambil makan siang dan sedikit menghabiskan putung rokok. Di malam sabtu, biasanya mereka pergi ke Bar dan sedikit minun untuk menghilangkan penat selama hari kerja.
Pada masa awal kuliah, apakah kamu sering menemui masalah dengan kegiatan perkuliahannya? Jika iya, apakah itu dan bagaimana cara kamu mengatasinya?
Adaptasi di awal perkuliahan dengan cara pengajar mengajar dengan kecepatan bahasa yang tinggi harus diimbangi dengan keaktifan dan banyak bertanya kepadanya dan teman satu kelas menjadi keharusan. Kita harus lebih aktif dan berani, karena banyak hal yang harus kita pelajari dari mereka, dalam hal pelajaran, budaya dan kebiasaan yang jarang kita temui sebelumnya.
Apakah Lita menggunakan beasiswa atau biaya sendiri? Mungkin bisa diceritakan tentang pembiayaan untuk kuliahnya? Jika beasiswa, bagaimana cara apply menurut pengalamannya Lita.
Saya menggunakan beasiswa dan biaya sendiri untuk perpanjangan masa studi (kerena keterlambatan kedatangan waktu perkuliahan). Untuk mengapply beasiswa, kita perlu tahu banyak informasi tentang beasiswa tersebut dengan sering mencari informasinya di IFI dan web terkait. Persiapannya dilakukan jauh-jauh hari, karena seleksi beasiswa yang saya lamar dilakukan sepanjang tahun.
Bagaimana dengan biaya hidup untuk mencukupi kebutuhan di sana? Mulai makan, transport, dan tempat tinggal? Apa kamu punya cara unik agar bisa hidup lebih hemat?
Biaya hidup yang tergolong tinggi jika dibandingkan negara asal bisa disiasati dengan mengikuti kerja paruh waktu di restaurant atau tempat lainnya. Perencanaan pengeluaran per periode waktu yang sistematis harus dilakukan dan untuk biaya makan bisa sangat tertekan jika kita bisa masak sendiri di rumah. Selain memasak ala Indonesia, kita juga bisa mencoba memadukan bumbu-bumbu khas di Eropa menjadi masakan baru, dan kita juga bisa mencoba resep baru untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman tentang masak-memasak.
Banyak yang mengatakkan kalau belajar bahasa Perancis itu susah. Kira-kira seperti apa tips spesial dari Lita agar bisa cepat menguasai bahasa Perancis?
Saya suka dengan penyanyi Indonesia yang sekarang tinggal di Paris, Anggun. Jadi saya biasa bernyanyi sambil belajar kosa kata dan grammar bahasa Perancis di lirik lagu yang saya nyanyikan.

Adakah tips spesial dari Lita, tentang bagaimana agar kita bisa sukses dan dapat bersaing dengan mahasiswa lainya sampai kita lulus?
Tidak ada hal spesial kecuali kerja keras dan berani keluar dari zona nyaman. Ketika kita aktif bertanya dan mendapatkan sesuatu pengetahuan baru, dengan sendirinya kita akan lebih penasaran dan bertanya “kenapa”? Dan dari pertanyaan kenapa itulah maka tantangan baru muncul untuk diselesaikan.

Ada Kemauan Ada Jalan

Halo, sobat ! Bagaimana kabar kamu hari ini? semoga tetap luar biasa ya semangatnya? Menyimak dunia pendidikan di Perancis tentunya merupakan hal yang selalu menarik dan tidak akan pernah membosankan. Kenapa? Ya, karena di negara ini banyak sekali universitas yang memiliki standar internasional dan termasuk dalam universitas terbaik dunia. Sistem pendidikan yang lebih baik daripada negara kita menjadi salah satu alasan mengapa Perancis dijadikan tujuan kuliah oleh para mahasiswa Indonesia.

Hello Prancis....
Yaps begitulah yang pernah ada di fikiran kak Nauval saat itu. Dia mempunyai banyak pengalaman sebelum akhirnya bisa pergi Study Exchange ke Kota Mode di dunia ini. Penuh perjuangan untuk bisa mencapai salah satu cita-citanya tersebut. Gak kalah menarik dengan di Indonesia lhooo... khususnya di Kota Kediri nih...
Ada yang namanya Simpang Lima Gumul.. Ini nih perbedaannya...

Halo, Naufal. Untuk perkenalan, bisakah diceritakan mengenai profil diri kamu? Baik dari nama, asal, tempt kuliah dan bidang studi yang diambil, tempat tinggal selama di Perancis, dan apakah kuliah menggunakan beasiswa atau biaya pribadi?
Salam kenal, ya! Nama saya Nauval Panca Atmaja, saya lahir dan besar di Jombang, Jawa Timur, tepatnya di desa Randuwatang, kecamatan Kudu, sekitar 20 KM dari kota Jombang. Saya lulus dari jurusan Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tahun 2008. Saya sempat bekerja di sebuah perusahaan IT konsultan di Jakarta selama setahun sebelum pindah ke Batam sebagai bagian dari IT Team McDermott Asia Pacific.
Pada tahun 2012, alhamdulillah saya diterima sebagai awardee beasiswa Erasmus Mundus untuk program Dependable Software Systems (DESEM). Di program tersebut, saya harus memilih 2 dari 3 universitas anggota consortium: National University of Ireland Maynooth (Ireland), University of St Andrews (Scotland) atau Université de Lorraine (Perancis). Saya memilih University of St Andrews untuk di tahun pertama dan Université de Lorraine di tahun ke dua. Dan Alhamdulillah, sekarang studi saya sudah selesai.
Bisa diceritakan tentang kedua kampus kamu di University of St.Andrews dan Université de Lorraine? Hal-hal apa saja yang paling kamu sukai dari kedua kampus tersebut?
University of St.Andrews
Université de Lorraine

Ada banyak hal yang bisa dieksplorasi di kedua universitas, baik secara akademis maupun non akademis. St. Andrews adalah salah satu universitas terbaik di UK. Mungkin, banyak yang tahu universitas ini karena pangeran Willam dan Kate Middleton berkuliah dan bertemu di sini. St. Andrews adalah kota kecil di tepi pantai sebelah timur Scotland, atau mungkin lebih tepat kota di dalam universitas, karena saking kecilnya, jadi cocok untuk belajar. Yang saya sukai dari St.Andrews adalah selain dari segi akademis, di sana terdapat bangunan-bangunan tua sehingga terkesan ‘Harry Potter-ish’. Bahkan, ada salah satu gedung universitas yang sudah berdiri sejak awal abad ke-15. Selain itu, St. Andrews juga terkenal sebagai home of golf, dan ada golf course yang sangat terkenal yaitu The Old Course. 
Université de Lorarine adalah universitas baru hasil merger dari beberapa universitas di Lorraine, tepatnya di kota Nancy dan Metz. Untuk program DESEM ini, saya berkuliah di kampus Science yang terletak di kota Nancy. Nancy jauh lebih besar dari St.Andrews dan lebih ramai. Di Nancy banyak sekali event yang bisa dijadikan sebagai pelepas stress, salah satunya adalah light show di Place Stanislas, sebuah plasa di pusat kota Nancy, dan ada juga Nancy jazz festival di setiap musim gugurnya.

Apakah universitas di kedua kampus tersebut menyediakan beasiswa untuk mahasiswa dari Indonesia? Jika ada, bolehkah diceritakan detailnya?

Untuk Erasmus, peluangnya selalu ada, dan banyak sekali mahasiswa dari Indonesia yang mendapat beasiswa ini. Untuk detailnya bisa dilihat di blog saya. Kalau tidak salah, sekarang namanya berganti menjadi Erasmus+ (http://ec.europa.eu/programmes/erasmus-plus/index_en.htm). Sekarang sebenarnya ada beberapa beasiswa yang disediakan pemerintah indonesia bagi masyarakat yang ingin berkuliah, baik di luar maupun dalam negeri, antara lain beasiswa kominfo dan LPDP.
Bagaimana karakter dosen di Prancis ketika mereka menyampaikan materi kuliah? Apakah ada cara khusus untuk lebih dekat dengan dosen?

As far as I know, para dosen baik di Perancis ataupun Scotland, mereka sangat terbuka akan pertanyaan. There are no stupid questions. Kalau memang tidak tahu, tidak bisa atau tidak mengerti lebih baik ditanyakan, dan mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk menjelaskan materi yang ditanyakan, bahkan bisa dilanjutkan di luar kelas. Akan tetapi, budaya di Perancis adalah kita harus janjian terlebih dahulu dengan dosen yang bersangkutan jika ingin bertemu di luar jam kuliah. Sedangkan di St.Andrews, para dosen lebih approachable, less formalities. Banyak bertanya bisa menjadi awal untuk bisa dekat dengan dosen karena dengan begitu dosen akan lebih ingat dengan kita.
Berapa lama waktu minimal yang dibutuhkan untuk persiapan kuliah di Perancis? Mulai dari pendaftaran beasiswa sampai persiapan bahasa, dan hal lainnya?

Karena saya masuk melalui program Erasmus, jadi tidak ada persyaratan khusus untuk bahasa Perancis, jadi cukup dengan bahasa Inggris saja sesuai dengan syarat dari program Erasmus. Namun, untuk yang non-erasmus, salah satu persyaratan untuk mendapat visa student Perancis adalah minimal harus mempunyai sertifikat DELF B2, yang mungkin membutuhkan waktu sekitar 1.5 - 2 tahun untuk mendapatkannya.
Berapakah biaya hidup minimal di kota tempat Nauval tinggal?

Biaya hidup di Nancy minimal bisa sekitar 400 Euro sebulan, dengan rincian sekitar 250 untuk akomodasi, dan 150 untuk konsumsi (dengan catatan masak sendiri). Di Perancis ada bantuan akomodasi dari pemerintah, CAF, yang nilainya hingga 40% dari total akomodasi perbulannya, jadi sangat disarankan bagi para mahasiswa untuk apply CAF secepatnya.
Apa perbedaan budaya yang paling terasa antara Perancis dengan Indonesia? Dan bagaimana sikap kamu atas perbedaan tersebut?

Bagi saya adalah bahasa, karena saya hanya tahu sedikit sekali bahasa Perancis, sedangkan mayoritas warga Perancis tidak mengerti bahasa Inggris. Dan juga birokrasi Perancis juga tak kalah ribetnya dengan Indonesia, jadi kalau mau kuliah di Perancis persiapkan untuk membawa dokumen-dokumen yang sekiranya perlu, seperti: Akta kelahiran, ijazah dan lain-lain. Oh ya satu lagi, di Perancis  ada budaya ‘Bizou’, atau cipika-cipiki. Kalau yang tidak biasa dengan hal tersebut, kita bisa bilang ke orang yang bersangkutan kalau memang tidak biasa, dan biasanya mereka akan paham.
Apakah ada pengalaman yang paling unik dan menarik yang pernah kamu alami dan tidak bisa dilupakan selama di sana?
Most of them are about travelling around. Jadi, waktu winter break saya bersama beberapa teman saya sempat backpacking ke beberapa kota di Eropa:  Fussen, Salzburg, Austria, Budapest, Prague dan Berlin. Ada banyak momen-momen menarik, mulai dari berkunjung ke gereja yang penuh dengan tengkorak di Kutna Hora, sampai tidur di sleeping compartment di sebuah kereta malam. Di kesempatan itu saya banyak bertemu teman-teman baru dan melihat banyak tempat yang indah.
Apakah ada tips yang ingin kamu bagikan untuk para pelajar di Indonesia, apa saja yang harus dipersiapakan agar bisa mudah dalam mengikuti kegiatan kuliah di Perancis?

Untuk kuliah di Perancis, persiapan yang utama adalah bahasa dan mental. Kuliah di Perancis bisa dikatakan agak berat karena memang mereka mempunyai standard penilaian yang tinggi. Di sinilah mental seseorang diuji, jauh dari keluarga, tekanan akademik berat, bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi mental seseorang sehingga bisa saja menghambat studi seseorang tersebut. Selain itu, mungkin kamu juga bisa baca-baca website ini: http://www.standrews.com/Play/Courses/Old-course dan mungkin blog saya juga: http://noval78.wordpress.com/2012/08/29/erasmus-mundus-whats-the-deal/.
Baiklah, demikian tadi sebuah cerita pengalaman dari Nauval Atmaja yang telah berhasil menginjakkan kakinya untuk kuliah di Perancis. Kalau kamu juga memiliki impian yang sama dengan Nauval, tentunya kamu juga harus terus mendorong semangatmu dalam belajar, dan ikuti tips yang tadi telah dibagikan oleh Nauval. Dan jika kamu ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang dunia perkuliahan di Perancis, kamu bisa tongkrongin terus berkuliah.com. Salam sukses dan sampai jumpa!

Ketika Perjuangan Dibalas Hasil yang Sangat Mengharukan




Hai Sobat...
Kenalkan nih namanya kak William. Dia sangat pinter banget loohhh.... Buktinya bisa peri study exchange ke
Negeri Paman Sam dan Negara Super Power. Waahh siapa sih yang gak pengen pergi kesana. Pasti pengen banget lah.. mumpung masih banyak ada kesempatan, yuk kita searching dan saling berbagi pengalaman...
Nih ada cerita pengalaman dari Kak William.

Saat masih menjadi mahasiswa baru, fokus saya pertama kali saat masuk ke Universitas Kristen Petra hanya untuk berkuliah dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan IP yang tinggi. Status sebagai mahasiswa perantauan dari daerah asal saya di Tarakan, Kalimantan Timur ke lingkungan baru membuat saya harus berusaha keras menyesuaikan diri dengan dunia akademis baru.  Di Surabaya, untuk mengisi waktu luang, secara rutin saya mengikuti pameran studi ke luar negeri yang hampir setiap minggu diadakan. Hal ini merupakan hal baru bagi saya  untuk mengenal dunia akademis luar negeri yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Berbagai booth universitas luar negeri melayangkan mimpi saya untuk suatu hari nanti merasakan kuliah dan hidup di luar negeri.  Ketika  melewati booth universitas terkenal di Amerika Serikat, saya selalu bersemangat dan berharap saya dapat ke sana. Saya kemudian berjanji dalam diri saya, jika saya bisa melewati studi saya secara cepat (sekitar 3 tahun), saya ingin mengumpulkan uang dan pergi ke New York dan Washington DC untuk melihat secara langsung seperti apa Amerika yang saya hanya bisa lihat di televisi. 

Tidak terasa kuliah saya telah berlalu 2 semester.  Pada suatu hari di semester 3, saya mengenal program pertukaran mahasiswa luar negeri pertama kali pada saat saya mengikuti seleksi beasiswa JENESYS ke Jepang, yang diinformasikan oleh kakak kelas saya di Jurusan Teknik Mesin. Deadline seleksi yang hanya tinggal 2 hari tidak menyurutkan semangat ingin tahu saya untuk mencoba sesuatu yang baru. Menghadapi formulir pendaftaran lengkap dengan kolom essay motivasi, sempat membuat saya kebingungan karena di sanalah pertama kali saya harus membuka diri saya dan bertanya kepada diri saya sendiri akan minat dan tujuan studi saya. Meski terlihat mudah, namun menurut saya bagian dari proses aplikasi beasiswa yang tersulit adalah menggali potensi diri dan mencocokkannya dengan tujuan pemberi beasiswa. Karena kurangnya persiapan saya, pada percobaan pertama ini saya masih belum beruntung.

Setelah kegagalan di aplikasi JENESYS ini, tidak menyurutkan semangat saya untuk bermimpi studi ke luar negeri dengan beasiswa. Sebaliknya, saya semakin penasaran dan malah semakin terpacu untuk menambah info-info lain tentang beasiswa yang bisa saya temui di media sosial maupun di website. 

Pada bulan Agustus 2012, saya mendapatkan sebuah informasi beasiswa ke Amerika Serikat yang saya rasa sangat megah,  bernama Global Undergraduate Exchange Program. Ketika pertama kali saya melihat deskripsi program ini yang menyediakan kesempatan studi selama 1 tahun, tanpa pikir panjang saya bertekad untuk mencobanya. Persyaratan administrasi yang lebih banyak dari program sebelumnya menuntut saya untuk berusaha lebih keras. Belajar untuk Tes TOEFL ITP yang berbarengan dengan Ujian Tengah Semester (UTS) saya,  bolak balik ke kantor AMINEF untuk menanyakan informasi dan cara mengisi formulir yang lumayan membingungkan, dan mengurus surat rekomendasi dari dosen dan guru SMA saya adalah bagian dari tahapan saya untuk mencoba beasiswa ini. Ditambah dengan menulis 3 buah essay yang masing-masing berisi minimal 300-500 kata mengharuskan saya untuk berpikir keras kembali, yang mana jauh lebih panjang dari essay beasiswa yang pertama. Setelah mengurus semua dokumen, dengan tergesa-gesa saya cetak semuanya dan kirimkan 2 hari sebelum deadline. Sayangnya, 2 minggu kemudian saya kembali menerima email bahwa aplikasi saya belum terpilih untuk proses wawancara selanjutnya.

Kegagalan di aplikasi Global UGRAD sempat membuat saya down sejenak. Ada rasa sesal yang terbesit memandang kembali perjuangan mengisi essay yang lumayan menguras otak dan waktu, ditambah biaya lain nya untuk tes TOEFL dan dokumen lainnya. Tapi akhirnya saya tersadar, ini baru perjuangan kedua, bagaimana dengan teman-teman peraih beasiswa besar seperti Fullbright yang telah gagal berulang kali dan mencoba semua peluang yang ada. Saya juga termasuk beruntung bisa mendapatkan informasi yang terbatas ini. 

Pada sebuah kesempatan di seminar penulisan essay 3 minggu setelah itu, saya menanyakan kualitas essay saya kepada pakar penulisan essay dari Regional English Language Officer (RELO) yang datang langsung dari Jakarta, dan beliau banyak menandakan remarks (catatan-catatan) penting. Hasilnya, ternyata essay saya masih belum terfokus sekali pada tujuan mendatang yang akan saya capai setelah meraih beasiswa yang harus detail membahas rencana kegiatan atau projek, demikian juga dengan urutan cerita yang masih kurang runut. Selain itu juga essay saya juga masih menggunakan kata pembuka dan penutup yang kurang menarik bagi penilaian reviewer beasiswa. Dengan dasar itu, saya akhirnya yakin kembali bahwa mimpi saya untuk belajar ke luar negeri tidaklah jauh lagi, yang perlu saya lakukan hanya terus berusaha dan terus berdoa.

Percobaan saya yang ketiga banyak dipengaruhi oleh koneksi dan pengalaman saya pada proses beasiswa kedua yang sebelumnya. Awal bulan Desember 2012, saya mendapatkan email dari counselor AMINEF Surabaya, yang berisikan call for application untuk beasiswa Study of The U.S. Institutes (SUSI) for Student Leaders of Global Environmental Issues. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan, mengingat persyaratannya lebih sedikit dan tidak terlalu berbelit-belit. Saya bersyukur beberapa dokumen yang saya perjuangkan di proses beasiswa kedua lalu menjadi persyaratan yang sama di beasiswa ini, seperti sertifikat TOEFL dan surat rekomendasi yang biasanya membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu untuk diurus. 

Perlu diketahui, beasiswa SUSI ini merupakan beasiswa yang ditujukan spesifik untuk seseorang yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, saya mengaitkan antara minat dan tujuan studi saya selama di teknik mesin, yakni pengembangan energi terbarukan terutama beberapa riset saya di energi angin dan surya, yang saya tujukan untuk mengatasi krisis energi di daerah asal saya dan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi daerah lainnya di Indonesia. 

Selain itu, saya ingin mengkolaborasikan penelitian saya di bidang energi dengan prinsip-prinsip konservasi lingkungan hidup dan ingin memimpin masyarakat di sekeliling saya untuk menyebarkan manfaat energi terbarukan untuk lingkungan hidup Indonesia.  Essay, TOEFL dan formulis aplikasi akhirnya saya kirimkan 2 jam sebelum deadline dan saya hanya berharap yang terbaik untuk proses seleksinya.

Tak disangka, tanggal 26 Maret 2013 menjadi hari yang bersejarah untuk saya. Di pagi itu, ketika sedang mengikuti kuliah, saya mendapatkan telpon dari Konsulat Amerika Serikat di Surabaya yang menyatakan saya lolos dalam beasiswa ini dan akan bergabung bersama 5 peserta dari seluruh Indonesia dan akan berangkat ke Hawaii, AS pada bulan Mei mendatang. Senang bercampur gugup membuat hati saya berdegup kencang karena mimpi saya ke Amerika Serikat tercapai dan lebih bangganya, karena perjalanan ini adalah dalam rangka mewakili Indonesia. Berbagai ucapan selamat dan harapan bagi saya pun mengalir dari orang tua, keluarga, teman-teman. Setelah dinyatakan resmi untuk berpartisipasi, saya pun mulai disibukkan dengan persiapan keberangkatan antara lain pengurusan visa, latihan presentasi dan public speaking dengan dosen saya, belajar isu-isu lingkungan dan merancang projek lingkungan yang akan saya lakukan setelah kembali ke Indonesia. Karena saya memiliki minat dengan pengembangan energi terbarukan yang selaras dengan isu lingkungan, maka saya pun merancang projek untuk mengedukasi mahasiswa dan siswa sekolah akan pentingnya energi terbarukan dan penghematan energi melalui lomba inovasi yang dipadukan dengan prinsip kewirausahaan, agar ide mereka dapat diaplikasikan langsung ke masyarakat. 

Peserta program SUSI GEI 20 13 dari Indonesia, Malaysia, Fiji, Marshall Island dan Papua Nugini (Penulis di deretan belakang sisi kiri)
Hari keberangkatan pun tiba. Ini adalah kali pertama saya terbang melintasi benua yang memakan waktu perjalanan yang lama. Setelah 21 jam perjalanan dan transit di Singapura dan Tokyo, kami pun sampai dengan selamat di kota Honolulu, Hawai. Pertama kali menginjakkan kaki di daratan Amerika Serikat, anehnya tidak ada kelelahan sedikit pun terasa,karena kami sangat bersemangat untuk mengeksplorasi kota yang dijuluki “paradise” (surga) tersebut. Mengunjungi Pantai Waikiki, belajar tari hula, mencicipi berbagai makanan dunia, dan terlebih mengenal teman-teman dari 4 negara lain (Malaysia, Papua Nugini, Marshall Island dan Fiji) benar-benar membuka pandangan saya terhadap dunia.


Membawa bendera Indonesia ketika pertama kali mendarat di Hawaii, AS
 Pada program kami, selama 3 minggu berada di Hawaii, kami dilatih untuk menjadi pemimpin muda yang dapat menyelesaikan masalah lingkungan di sekeliling kami. Kami diberi pelatihan kepemimpinan, latihan ala militer AS, study tour ke pembangkit listrik tenaga sampah, penjernihan air organik, konservasi daerah wisata pantai dan akhirnya kami bersama tim merumuskan solusi kami atas masalah lingkungan dan mempresentasikan nya kepada masyarakat di AS. Sungguh sebuah pengalaman yang menginspirasi saya untuk berbuat terhadap lingkungan disamping mengasah kemampuan kepemimpinan saya bersama tim dari berbagai negara. 

Presentasi program bersama tim multinasional kepada warga Amerika.
Kunjungan kami dilanjutkan ke kota Boulder di Negara Bagian Colorado, yang dinobatkan sebagai salah satu kota terhijau di AS. Ruang hijau yang besar, jalur sepeda yang ekstensif dan proses daur ulang sampah yang rapi adalah keunggulan dari kota kecil ini. Semua ini dimulai dari manajemen tata kota yang rapid an dijalankan secara professional oleh pemerintah kota Boulder. Menikmati kota yang penduduknya sangat sadar terhadap isu lingkungan menginspirasi saya untuk mengubah gaya hidup dimulai dari diri saya untuk lebih peduli terhadap lingkungan. 

Persembahan tari tradisional Indonesia pada malam Cultural Show
Kunjungan kami diakhiri dengan kunjungan ke ibukota Amerika Serikat yakni Washington DC. Di sini kami mempresentasikan hasil studi kami kepada Departemen Luar Negeri AS, sembari berkunjung ke bangunan-bangunan khas Amerika yang biasanya hanya saya lihat di televisi, seperti US Capitol, Gedung Putih, Museum Aviasi Smithsonian dan Library of Congress. Ketika berdiri di depan gedung Capitol, saya mengambil waktu sejenak untuk mengucap syukur atas  terwujudkan mimpi saya yang saya utarakan tepat 3 tahun lalu. Saya sadari semua ini membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi mimpi kita selama kita terus berusaha dan berdoa kepada Tuhan YME. 

                         Team Building Training bersama staff US Army (Angkatan Darat Amerika Serikat)

Menikmati salju di puncak pegunungan Rocky, Boulder, Colorado, AS

Presentasi program di Farmer’s Market, Boulder, Colorado

Peserta SUSI Global Environmental Issues 2013 dari Indonesia
Setelah pulang dari AS, saya pun kembali ke kesibukan saya sebagai mahasiswa tingkat akhir. Namun, impian untuk studi di luar negeri dan menimba pengalaman lebih melalui kompetisi dan pengalaman organisasi tetap saya perjuangkan. Setelah mengenal berbagai website dan sumber informasi tentang lomba-lomba, seminar dan konferensi internasional, saya rajin untuk mencoba mengajukan aplikasi lomba maupun exchange internasional hingga puluhan kali.  Kegagalan demi kegagalan, penolakan demi penolakan terus saya terima sepanjang perjalanan saya dalam setahun berburu beasiswa dan lomba internasional. Namun, semua itu menjadikan saya lebih siap dan membuat saya menyadari bahwa kemampuan akademis saja tidak cukup untuk beasiswa, namun pengalaman organisasi dan kepemimpinan yang dibuktikan dengan kontribusi nyata kepada masyarakat itulah yang menjadikan aplikasi kita jauh lebih bernilai. Saya bersyukur meskipun banyak diantara aplikasi beasiswa saya yang ditolak, beberapa diantaranya berhasil, diantaranya lomba Go Green in The City dari Schneider Electric dan beberapa tawaran magang di perusahaan Taiwan dan Eropa. 

Impian berfoto di depan Gedung US Capitol akhirnya tercapai, Washington DC, AS
Bahkan di tanggal 26 Maret 2014, tepat setahun setelah saya memperoleh kesempatan ke Amerika Serikat, saya mendapatkan kesempatan mengikuti beasiswa JENESYS 2.0 Science and Technology : City and Urban Planning ke Jepang bersama dengan 96 orang teman saya dari seluruh Indonesia. Kami berkesempatan berada selama seminggu di Jepang dan mengunjungi 3 kota yakni Tokyo, Sendai dan Kitakata di prefektur Fukushima. Selama di sana, saya bersyukur sekali diberikan kesempatan oleh Tuhan YME untuk mempelajari inovasi teknologi Jepang seperti naik kereta Shinkansen, melihat Tokyo dari 450 meter di menara Tokyo Skytree dan gedung tahan gempa. Kami juga mempelajari konservasi budaya tradisional yang dilakukan masyarakat Jepang pada rumah dan arsitektur. Selain itu saya juga diberikan kesempatan untuk belajar budaya tepat waktu, kedisiplinan, kesopanan, persiapan menghadapi bencana dan keramah tamahan masyarakat Jepang. 

Makan Malam Tradisional Jepang menggunakan kostum Yukata, Kota Kitakata, Jepang
Semua ini saya sadari tidak terlepas dari dukungan dari semua pihak yang berada di samping saya, terutama Tuhan YME, orang tua, keluarga, dosen-dosen, teman-teman dan lembaga-lembaga terkait. 
Prinsip yang selalu saya pegang selama proses pencarian beasiswa adalah jangan takut untuk mencoba, karena saya tahu saya akan lebih menyesal ketika saya tidak mencoba sesuatu hal yang baru. Jika gagal, maka intropeksi dan perbaikan yang baik mudah-mudahan dapat membawa keberhasilan untuk percobaan selanjutnya. Jangan lupa berdoa dan selalu mengucap syukur atas karunia yang diberikan Tuhan YME. 


Berfoto bersama bunga Sakura, Kitakata, Jepang
Saya yakin rekan-rekan semua dapat meraih kesuksesan masing-masing, asalkan kita mau untuk bermimpi dan berusaha yang terbaik. Sebagaimana yang saya kutip dari kata Pak Prof. Rhenald Kasali : “Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka”. Hal ini terbukti pada saya dan kamu juga bisa. Tips dari saya : Jangan Takut Gagal !! Terus berusaha!

Mahasiswa GajahMada Goes to Portugal

Nama saya Intan Puspitasari. Tahun 2010, saat memasuki perkuliahan semester ke 4, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti program pertukaran mahasiswa yang diselenggarakan oleh Erasmus dengan tema EuroAsia di Portugal. Home University saya adalah Universitas Gadjah Mada, sementara Host University saya adalah Universidade do Minho atau University of Minho yang letaknya di kota Braga, sebuah kota yang sangat nyaman di bagian utara Portugal. Selama 1 tahun (Februari 2010-Februari 2011), saya mengikuti aktivitas pembelajaran di jenjang S1 di Fakultas Psikologi. Saat ini saya adalah mahasiswa pascasarjana di Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2014.  
Apa nama program yang membawa Intan sampai ke Portugal?
Program pertukaran mahasiswa yang saya ikuti bernama Erasmus EuroAsia yang dibiayai penuh oleh Europe Comission.  
Bagaimana dengan pembiayaan kuliah Intan selama di sana? Kira-kira, kalau biaya sendiri per semester berapa rupiah? Bagaimana dengan harga pembelian buku-buku?

Waktu itu, alhamdulillah semua pembiayaan ditanggung oleh pihak pemberi beasiswa baik tiket pesawat PP, tuition fee, language course, dan lainnya. Saya kurang tahu tepatnya berapa biaya perkuliahan yang harus dibayarkan. Namun, saya pernah bertanya pada salah seorang teman dan biaya perkuliahan berkisar antara 200-300 Euro per semester. 
Harga buku di Portugal sangat variatif, tergantung genre atau subjek buku yang akan dibeli. Untuk buku-buku perkuliahan seperti Psikologi (dalam bahasa Inggris) harganya mulai dari 45 Euro. Namun, buku-buku novel relatif terjangkau yaitu sekitar 10 Euro, hampir sama kan dengan di Indonesia? Hehe.
Apa yang Intan rasakan ketika pertama kali sampai di Portugal?
Bingung. Hehehe.. Itu adalah pertama kalinya saya naik pesawat dan langsung bepergian jauh. Ketika sampai di tujuan, semua yang ada di sekitar saya sangat berbeda dengan apa yang saya lihat selama ini. Cuaca dingin, orang-orang berkulit putih kemerah-merahan dengan rambut coklat, sistem transportasi yang nyaman, ternyata butuh waktu untuk diproses di pikiran saya. 
Namun, satu hal yang menakjubkan bagi saya adalah orang-orang Portugis sangat ramah dan terbuka. Orang-orang Portugis yang saya kira tidak bersahabat (ya, maklum karena Indonesia punya catatan histori dengan Portugal) rupanya justru memberikan usaha terbaik mereka untuk menolong orang yang meminta bantuan. Misalny, saat saya akan turun dari kereta dengan 2 koper besar-besar (sementara tubuh saya mungil), seorang kakek muda tiba-tiba mengangkatkan salah satu koper saya dan membawakannya turun dari kereta, tanpa saya minta. Saya piker kakek itu berhasil membangun first impression yang baik tentang orang Portugis. 

Pernahkah Intan mengalami hal unik, menyenangkan atau mengesalkan saat di Portugal?
Tentu. Banyak sekali yang saya alami dalam kurun waktu 1 tahun itu. Kota yang nyaman dan bersih, transportasi yang mudah, teman-teman yang ramah, dosen-dosen yang sangat membantu mahasiswa adalah hal-hal yang menyenangkan selama tinggal di Portugal. 
Uniknya, awal-awal saya tinggal di Braga, banyak orang akan memandangi saya ketika saya lewat di depan mereka. Saya adalah seorang muslim yang mengenakan hijab dan terbiasa mengenakan rok panjang. Sementara seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas penduduk Portugal beragama Katholik dan penduduk muslim hanya sekitar 0,1% dari populasi. Sehingga wajar saja jika mereka penasaran dengan sosok saya, bahkan ada yang tidak tahu mengapa saya berbusana demikian. Beberapa kali saya dihampiri oleh orang Portugis dan bertanya langsung kepada saya tentang agama, cara beribadah, asal negara saya, dan lainnya.  Bahkan saya sempat didatangi oleh mahasiswa S2 dari jurusan Komunikasi untuk diliput secara khusus dalam sebuah video dokumenter.
Hal makanan terkadang menjadi kendala tersendiri bagi saya. Sebagai muslimah, saya tidak boleh makan daging babi, minum alkohol, dan sebagainya, sementara di Portugal kedua hal ini sudah seperti daging ayam di Indonesia, artinya bisa didapatkan dimana saja. Bahkan kantin universitas juga menyajikan daging babi di hari-hari tertentu. Ini membuat saya ekstra hati-hati untuk memilih makanan sebelum mengonsumsinya.  
Bagaimana dengan karakter masyarakat Portugal menurut Intan? Ramah atau tidak, dan bahasa apa yang mereka pakai dalam kehidupan sehari-hari?
Masyarakat pada umumnya ramah sekali. Salah satu kebiasaanya masyarakat adalah menyapa dengan ucapan selamat pagi, siang atau malam (bom dia, boa tarde, bom noite). Bahasa sehari-hari adalah bahasa Portugis. 
Perbedaan kebudayaan apakah yang paling mencolok, dan sepertinya tidak pas untuk kepribadian orang Indonesia?
Pergaulan. Terutama pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Terlihat pasangan yang berciuman dimana-mana. Di Portugal sudah sangat wajar ketika pasangan yang belum menikah sudah tinggal bersama dan melakukan hubungan seks, dan dapat memutuskan hubungan kapanpun mereka mau. Jika di Indonesia kita dihimbau untuk tidak melakukan free-sex, di Portugal pemerintah menghimbau untuk melakukan safe-sex. Artinya, karena masyarakat sudah tidak bisa dijauhkan dari hal-hal itu, pemerintah hanya bisa membekali dengan alat-alat pengaman agar tidak tertular penyakit dan virus dari hubungan seks itu.
Di Portugal sejak Januari 2010 juga sudah dilegalkan pernikahan sejenis. Sehingga di kampus Universidade do Minho memiliki komunitas advokasi untuk membela kepentingan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transexual).  

Adakah tips spesial yang ingin Intan sampaikan tentang apa saja yang harus dibawa ketika hendak kuliah ke Portugal?
Wah, apa ya? Hehe.. Sepertinya tidak ada perlengkapan khusus yang harus dibawa. Kalau datang saat winter, alangkah lebih baik jika membawa winter coat dari Indonesia karena bisa langsung dipakai. Hmm.. mungkin bagus juga kalau bawa beberapa stok makanan untuk awal-awal tinggal karena biasanya masih penyesuaian dengan lingkungan. Oh, dan yang jelas satu lagi. Belajarlah bahasa Portugis karena masih jarang yang bisa bahasa Inggris di sini.

Hunting trus Beasiswanya


Kuliah di Spanyol? Apa Itu Beasiswa Program 'Erasmus Mundus Action 2' ? Ini Cerita dari Maria Wulandari!

Kenalkan, Saya Maria Wulandari, kuliah di Universitat de Girona, Spanyol. Saya ambil Master of Business Innovation and Technology Management. Saya ke Spanyol karena dari dulu tertarik belajar di Eropa, kemudian apply sana-sini dan setelah bertahun-tahun mencoba akhirnya dapat ke Girona, Spanyol.





Apa saja kelebihan dan keunikan dari kampus Universitat de Girona tempat Wulan kuliah?



Keunikan kampus disini, apa ya, haha. Sekelas kami cuma 12 orang, dan metode belajarnya unik karena kami diajarkan untuk berpikir terbuka, kritis dan tidak terpaku pada satu jawaban benar saja.





Bagaimana untuk fasilitas yang disediakan di kampus tersebut, mungkin perpustakaan, pelayanan adminitrasi, fasilitas lab, olahraga, atau lainnya?



Fasilitas perpustakaan, olahraga, dan lainnya lengkap. Akses ke jurnal ilmiah juga memadai. Administrasi agak sulit disini, karena sekretarisnya tidak bisa bahasa Inggris, jadi harus berusaha menggunakan bahasa Spanyol.





Bagaimana karakteristik dari teman-teman asli Spanyol, dan apa saja kebiasaan yang mereka lakukan disela-sela waktu belajar, baik itu di dalam dan di luar kelas?



Disini anak-anaknya santai sekali! Ke kampus bisa pakai celana pendek dan sandal, terutama saat musim panas. Secara umum santai dan tidak formal sama sekali. Waktu saya sidang tesis saja, dosen penguji saya pakai tank top dan celana selutut, sementara saya pakai dress formal dan high heel.



Dan kebiasaan orang sini suka minum kopi sambil ngobrol-ngobrol di luar waktu kuliah, bahasa Spanyolnya 'tomar algo'.





Di masa awal perkuliahan, apa saja kesulitan yang pernah kamu temui?



Masalah utama saya adalah bahasa! Dengan penduduk lokal yang orang Catalan dan mereka nggak bisa bahasa Inggirs.





Apakah Wulan kuliah di Spanyol melalui beasiswa? Jika iya, mungkin bisa diceritakan tentang pembiayaan untuk kuliah dan cara apply nya?



Ya, saya mendapatkan beasiswa, jadi kuliah saya gratis. Saya mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus Action 2 Project.





Apa itu beasiswa Erasmus Mundus Action 2 (EM2)? Apa bedanya dengan Erasmus Mundus Action 1 /Erasmus Mundus Master Scholarship (EM1/EMMC)?



Pada dasarnya, Erasmus Mundus Action 1 dan Erasmus Mundus Action 2, dua-duanya dibentuk berdasarkan konsorsium 4 atau lebih universitas-universitas di Eropa. Untuk beasiswa EM1, mahasiswa akan berpindah/mobilitas dari satu Uni ke Uni lainnya setiap semester; semester 1 dan dua biasanya sudah ditentukan sementara semester 3 dan 4 memilih sendiri ‘rute’ masing-masing. Tapi, ini berbeda-beda di setiap jurusan EM1/EMMC, jadi tidak ada rule of thumb pasti sebenarnya.



Sementara itu, EM2 dibentuk berdasarkan kerjasama (konsorsium) antara  universitas-universitas di Eropa dengan universitas-universitas di negara dunia ketiga, salah satunya Indonesia. 



Setiap konsorsium ini memiliki 1 Universitas yang mengkoordinir, misalnya beasiswa yang saya ambil: TECHNO Project, terdiri dari Universitat de Girona, Universite Paul Sabatier, University of Natural Resources and Life Sciences Vienna, University of Rome “Tor Vergata”, University of Leeds, Bournemouth University dan Universitas-universitas di Asia Tenggara, dengan Universitas yang mengkoordinir, yaitu Universits Paul Sabatier (UPS).








Apa maksudnya Erasmus Mundus Action 2 Project?



Begini, pada awalnya, belum ada beasiswa Erasmus Mundus Action 2, yang ada hanya beasiswa Erasmus Mundus Master Courses (Action 1) yang ditujukan untuk semua negara-negara dunia ketiga. Namun, seiring berjalannya waktu, Uni Eropa menyadari, karena perbedaan standar pendidikan di satu negara dunia ketiga dengan negara dunia ketiga lain, tidak semua negara memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus Action 1.



Jadi, dibentuklah Erasmus Mundus Action 2 dengan kerjasama antara universitas-universitas di Eropa dengan universitas-universitas di negara dunia ketiga untuk mengcover ‘kekurangan’ Erasmus Mundus Action 1. Bentuk kerjasama inilah yang disebut dengan project. Misal project PEACE II mengcover negara Yordania, Occupied Palestinian Territory, Siria dengan Universitas pengkoordinir Universidad de Santiago de Compostela, Spanyol.



Setiap project biasanya memiliki visi dan misi masing-masing, misal ada project yang lebih berkaitan dengan pertukaran ilmu riset di bidang teknologi, sains, informasi, dan lainnya.



Untuk lebih jelasnya mengenai project-project Erasmus Mundus Action 2, lihat di Project Erasmus Mundus Action 2. Untuk yang 2013 selection, bisa dicari dimana yang ada Indonesia-nya.



Sepertinya sih, beasiswa ini masih buka dan menerima applicants walaupun saya cek di web-nya Erasmus Mundus Action 2, untuk 2013 selectionnya sudah tidak tercantum (nah loh!) haha. Selengkapnya coba email penanggung jawabnya, Amelie Sigaudo (asigaudo@adm.ups-tlse.fr) atau representatif dari Indonesia (anne@metal.ui.ac.id).





Apa aja yang perlu dipersiapkan untuk apply beasiswa EM2?



Ini pertanyaan paling standard di dunia, dan selalu ditanyakan oleh para pencari beasiswa. Jadi, ini yang perlu disiapkan :



- Sertifikat Bahasa Inggris, entah itu TOEFL IBT atau IELTS (saya rekomendasi IELTS karena lebih mudah dan interviewnya dengan orang, bukan ke komputer).



- Fotokopi ijazah dan terjemahannya ke bahasa Inggris, dilegalisir.



- Fotokopi transkrip dan terjemahannya, dilegalisir (umumnya transkip sekarang sudah 2 bahasa, kalau sudah 2 bahasa ngga perlu diterjemahkan).



- Motivation letter (ini bagian paling sulit tapi juga paling menarik, karena dengan menulis motivation letter kamu bisa secara tidak langsung mengenal diri sendiri dan yang kamu inginkan ke depannya).



- Dua buah surat rekomendasi (Kalau sudah bekerja, lebih baik satu dari bos/lead, satu dari dosen tapi kalau belum bekerja, dua-duanya dari dosen; dosen pembimbing dan dosen kepala jurusan/departemen). Ohya, surat rekomendasi yang bagus itu selain mempromosikan kita super pintar dan super keren (hahaa), juga harus menyebutkan jurusan yang kita apply beserta beasiswa yang menyertainya. Jadi, buatlah surat rekomendasi yang se-spesifik mungkin untuk beasiswa tersebut dengan tujuan panitia koordinator beasiswa merasa tersanjung dan kitapun diterima, hehe.



Semua berkas tersebut di-scan yang rapi dan bagus, karena biasanya aplikasi Erasmus Mundus Action 2, termasuk TECHNO, ini semua dalam bentuk soft copy. Lebih murah dan aman daripada kirim langsung ke Eropa.



Satu tips yang lain, jangan lupa apply ke sebanyak-banyaknya beasiswa lainnya, ADS, Chevening, Fullbright, NESO, BGF (ini sudah buka lagi belum ya), MAEC (ini pasti nggak akan buka sampai kapan hehe), dan lainnya. Selamat mencoba ya!





Menurut Wulan, dimana sajakah daerah atau tempat yang aman dan nyaman untuk dijadikan tempat tinggal?



Girona lebih murah drpada Barcelona, biaya hidup per bulan kira2 700 Euro kurang lebih, tergantung Gaya hidup juga. Girona semua aman dan nyaman, lain dengan Barcelona yang Metropolitan, berisik dan mahal.





Apakah kamu punya spesial bagaimana agar kita bisa sukses dan dapat bersaing dengan mahasiswa lainnya sampai kita lulus?



Tipsnya nggak ada yang spesial, kerja keras saja, dan juga, penting untuk tahu apa tujuan kita,  sesudah itu tinggal masalah kerja keras dan waktu.