Mira Shartika: “Prestasi Biasa-Biasa saja Bisa juga Dapat Beasiswa”
Nama saya Mira Shartika. Sebelum berangkat ke Australia untuk menempuh program Master di bidang TESOL, saya mengajar di SMAN 1 Lawang di Malang dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sejak SD sampai Perguruan Tinggi, saya termasuk orang yang jarang meraih prestasi di bidang apa pun.
Nilai akademik saya juga biasa-biasa saja, seringkali malah nanggung.
Saya bukan orang istimewa dengan segudang prestasi dan pengalaman
organisasi seperti para kandidat dan penerima beasiswa lainnya. Ketika
ujian masuk kuliah di Universitas Negeri Malang (UM) misalnya, saya
mengalami sedikit masalah. Saat mendaftar saya berminat mengambil
jurusan sastra Inggris. Pada saat itu—tahun 1997—UM mengadakan saringan
sendiri semacam PMDK intern. Apa mau dikata, nilai saya tidak mencukupi kualifikasi untuk masuk ke jurusan yang saya inginkan. UM justru mengarahkan saya ke jurusan Sastra Indonesia yang
sama sekali tidak terlintas dalam bayangan saya. Namun ibu saya memberi
saran supaya saya masuk ke jurusan tersebut, dan kemudian ikut tes
saringan transfer ke jurusan Sastra Inggris. Pada tahun kedua pendidikan saya di UM, saya lolos tes pindah jurusan ke Sastra Inggris.
Setelah kuliah di jurusan yang saya minati, perjalanan hidup sayapun tidak terlalu lancar. Kuliah S1 saya tempuh selama 6 tahun karena
uang saku yang diberikan orang tua agak pas-pasan. Karena saya sambi
bekerja mengajar di bimbingan belajar dan SMA, jadilah kuliah saya agak
keteteran . Jadi kalau ditotal dengan kuliah di jurusan sebelumnya, saya menamatkan S1 saya selama 7 tahun. Aduh… ini dia faktor yang sempat jadi penghambat motivasi saya saat akan melamar beasiswa.
Beruntung, selanjutnya saat saya mengajar di pusat Bahasa UIN Malang, saya
bertemu dengan sesama pengajar yang mempunyai motivasi sangat besar
untuk melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri dengan jalan beasiswa. Teman
inilah yang menumbuhkan kembali motivasi saya yang sempat pudar untuk
berburu beasiswa. Saya semakin bersemangat untuk mendaftar beasiswa,
terlebih lagi saat teman saya ini lolos saringan ADS. Walaupun
kadang-kadang hati saya masih ragu karena saya minim prestasi akademik,
minim pengalaman berorganisasi, dan kuliah S1 pun saya tempuh dalam
waktu 6 tahun. Beruntungnya, suami dan ibu saya sangat rajin memberikan
dorongan semangat supaya saya bisa meraih cita-cita saya meraih gelar
master di negeri orang. Bahkan, ibu membantu saya dengan setiap hari melakukan sholat tahajud.
Saya pun kemudian
mencoba melamar ADS. Percobaan pertama ini belum berhasil. Saya mendapat
surat dari ADS yang menyatakan rasa terima kasih karena sudah
berpartisipasi dalam kompetisi beasiswa ini. Saya sempat patah semangat,
tapi saya bertekad untuk tidak menyerah dulu. Tahun berikutnya saya
mencoba melamar beasiswa ADS lagi, kali ini saya lolos sampai tahap
interview dan tes IELTS. Sayangnya, pihak ADS belum bersedia
menyekolahkan saya walaupun nilai IELTS saya sudah mencukupi persyaratan
masuk ke universitas-universtitas di Australia. Nampaknya faktor kurang
percaya diri dalam diri saya terlihat sangat jelas oleh para
interviewer saat wawancara. Saat itu saya sangat kecewa hingga semangat
saya untuk mendaftar beasiswa lagi menjadi agak kendor. Namun, suami dan
ibu saya tetap gigih mendongkrak dan memompa semangat saya. Akhirnya,
berbekal ilmu dari beberapa rekan sekantor yang telah lebih dahulu lolos
beasiswa AusAID, saya mendaftar lagi untuk yang ketiga kalinya. Saat itu beberapa rekan menyarankan untuk mengeluarkan aura PD saat sesi wawancara. Karena
ibaratnya calon mahasiswa yang akan diinterview oleh tim pewawancara
sudah kelihatan lolos atau tidaknya dari saat membuka pintu kamar
wawancara. Hahaha…. Betul tidaknya hal itu Wallahu Alam. Yang jelas
pesan yang tersirat adalah apapun hasil wawancaranya tidak perlu saya
pikirkan. Lolos atau tidak itu masalah nanti. Saya harus berhasil
meyakinkan para penentu masa depan saya itu bahwa saya pantas menjadi
salah satu kandidat penerima beasiswa. Manusia berusaha, tapi Allah yang
akan menentukan hasilnya. Akhirnya alhamdulillah, saya berhasil
memenangkan sesi interview di tahun ketiga saya mendaftar beasiswa ADS.
Beberapa hal yang saya pelajari dari keberhasilan beasiswa saya adalah: kesabaran
dan ketekunan, kepercayaan diri yang besar untuk berhasil, ridho suami
dan ibu, serta doa dan shodaqoh yang tidak putus-putus. Saya membuktikan bahwa hal-hal
di luar kepintaran dan pengalaman berorganisasi bisa membuat orang
minim prestasi seperti saya berhasil mendapatkan beasiswa ke luar
negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar